Cari Blog Ini

Selasa, 12 Oktober 2010

Tujuan Pembelajaran sebagai Komponen Penting dalam Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran sebagai Komponen Penting dalam Pembelajaran
Oleh: Akhmad Sudrajat
Abstrak: Kegiatan merumuskan tujuan pembelajaran merupakan salah satu tugas penting yang harus dilaksanakan guru. Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik, dinyatakan dalam bentuk perilaku atau penampilan, yang di dalamnya tercakup perubahan perilaku siawa secara menyeluruh. Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran seyogyanya dirumuskan secara jelas dan tegas, dengan meperhatikan kaidah-kaidah tertentu.
A. Pendahuluan
Kegiatan menyusun rencana pembelajaran merupakan salah satu tugas penting guru dalam memproses pembelajaran siswa. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional yang dituangkan dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses disebutkan bahwa salah satu komponen dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu adanya tujuan pembelajaran yang di dalamnya menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa sesuai dengan kompetensi dasar.
Agar  proses pembelajaran dapat terkonsepsikan dengan baik, maka seorang guru dituntut untuk mampu menyusun dan merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan tegas. Kendati demikian, dalam kenyataan di lapangan saat ini, tampaknya kita masih dapat menemukan permasalahan yang dihadapi para guru (calon guru) dalam merumuskan tujuan pembelajaran yang hendak dilakukannya, yang berujung pada inefektivitas dan inefesiensi pembelajaran.
Oleh karena itu, melalui tulisan sederhana ini akan dikemukakan secara singkat tentang apa dan bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran, dalam perspektif teoritis. Dengan harapan dapat memberikan pemahaman kepada para guru dan calon guru agar dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas, sehingga dapat melaksanakan pembelajaran yang benar-benar  terfokus pada tujuan yang telah dirumuskannya.
B. Apa Tujuan Pembelajaran itu?
Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing Instruction Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin meluas  hampir  di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia.
Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.  Kemp dan David E. Kapel  menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran. Sementara itu, menurut Standar Proses pada Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajara yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Ini berarti kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran mencakup kemampuan yang akan dicapai siswa selama proses belajar dan hasil akhir belajar pada suatu KD.
Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi tampaknya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa : (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik.  Yang menarik untuk digarisbawahi  yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara  lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian. Dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa. Sementara itu, Fitriana Elitawati (2002) menginformasikan hasil studi tentang manfaat tujuan dalam proses belajar mengajar bahwa perlakuan yang berupa pemberian informasi secara jelas mengenai tujuan pembelajaran khusus kepada siswa pada awal kegiatan proses belajar-mengajar, ternyata dapat meningkatkan efektifitas belajar siswa.
Memperhatikan penjelasan di atas, tampak  bahwa tujuan pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran, yang di dalamnya dapat menentukan mutu dan tingkat efektivitas pembelajaran.
B . Bagaimana Merumuskan Tujuan Pembelajaran?
Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, saat ini telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan pembelajaran. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) mengemukakan pada masa lampau guru diharuskan menuliskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk bahan yang akan dibahas dalam pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau konsep-konsep yang akan dibahas selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada masa lalu ini tampak lebih mengutamakan pada pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya yang dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered). Namun seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran yang semula lebih memusatkan pada penguasaan bahan, selanjutnya bergeser menjadi penguasaan kemampuan siswa atau biasa dikenal dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi.
Dalam praktik pendidikan di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini terasa  lebih mengemuka sejalan dengan munculnya gagasan penerapan Kurikulum  Berbasis Kompetensi. Kendati demikian, di lapangan kegiatan merumuskan tujuan pembelajaran seringkali dikacaukan dengan perumusan indikator pencapaian kompetensi. Sri Wardani (2008) bahwa tujuan pembelajaran merupakan target pencapaian kolektif, karena  rumusan tujuan pembelajaran dapat dipengaruhi oleh desain kegiatan dan strategi pembelajaran yang disusun guru untuk siswanya. Sementara rumusan indikator pencapaian kompetensi tidak terpengaruh oleh desain ataupun strategi kegiatan pembelajaran yang disusun guru, karena rumusannya lebih bergantung kepada karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai siswa. Di samping terdapat perbedaan, keduanya memiliki titik persamaan yaitu memiliki fungsi sebagai acuan arah proses dan hasil pembelajaran.
Terlepas dari kekacauan penafsiran yang terjadi di lapangan,  yang pasti bahwa untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria tertentu. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran. Selanjutnya, dia menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu: (1) preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya; dan (2)  analisis taksonomi perilaku; dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah psikomotor. 
Berbicara tentang taksonomi perilaku siswa sebagai tujuan belajar, saat ini para ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan pembelajaran, yang dikenal dengan sebutan taksonomi Bloom (Bloom’s Taxonomy).
Menurut Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) ranah, yaitu:
1.      Ranah kognitif; ranah yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar, di dalamnya mencakup: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan penilaian (evaluation);
2.      Ranah afektif; ranah yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan (receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization); dan
3.      Ranah psikomotor; ranah yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Ranah ini terdiri dari : kesiapan (set), peniruan (imitation), membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation) dan  menciptakan (origination). Taksonomi ini merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya.
Dalam setiap aspek taksonomi terkandung kata kerja operasional yang menggambarkan bentuk perilaku yang hendak dicapai melalui suatu pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, dalam tabel berikut disajikan contoh kata kerja operasional dari masing-masing ranah.  
Tabel 1: Kata Kerja Ranah Kognitif

Pengetahuan
Pemahaman
Penerapan
Analisis
Sintesis
Penilaian
Mengutip
Menyebutkan
Menjelaskan
Menggambar
Membilang
Mengidentifikasi
Mendaftar
Menunjukkan
Memberi label
Memberi indeks
Memasangkan
Menamai
Menandai
Membaca
Menyadari
Menghafal
Meniru
Mencatat
Mengulang
Mereproduksi
Meninjau
Memilih
Menyatakan
Mempelajari
Mentabulasi
Memberi kode
Menelusuri
Menulis
Memperkirakan
Menjelaskan
Mengkategorikan
Mencirikan
Merinci
Mengasosiasikan
Membandingkan
Menghitung
Mengkontraskan
Mengubah
Mempertahankan
Menguraikan
Menjalin
Membedakan
Mendiskusikan
Menggali
Mencontohkan
Menerangkan
Mengemukakan
Mempolakan
Memperluas
Menyimpulkan
Meramalkan
Merangkum
Menjabarkan
Menugaskan
Mengurutkan
Menentukan
Menerapkan
Menyesuaikan
Mengkalkulasi
Memodifikasi
Mengklasifikasi
Menghitung
Membangun
Membiasakan
Mencegah
Menentukan
Menggambarkan
Menggunakan
Menilai
Melatih
Menggali
Mengemukakan
Mengadaptasi
Menyelidiki
Mengoperasikan
Mempersoalkan
Mengkonsepkan
Melaksanakan
Meramalkan
Memproduksi
Memproses
Mengaitkan
Menyusun
Mensimulasikan
Memecahkan
Melakukan
Mentabulasi
Memproses
Meramalkan
Menganalisis
Mengaudit
Memecahkan
Menegaskan
Mendeteksi
Mendiagnosis
Menyeleksi
Merinci
Menominasikan
Mendiagramkan
Megkorelasikan
Merasionalkan
Menguji
Mencerahkan
Menjelajah
Membagankan
Menyimpulkan
Menemukan
Menelaah
Memaksimalkan
Memerintahkan
Mengedit
Mengaitkan
Memilih
Mengukur
Melatih
Mentransfer
Mengabstraksi
Mengatur
Menganimasi
Mengumpulkan
Mengkategorikan
Mengkode
Mengombinasikan
Menyusun
Mengarang
Membangun
Menanggulangi
Menghubungkan
Menciptakan
Mengkreasikan
Mengoreksi
Merancang
Merencanakan
Mendikte
Meningkatkan
Memperjelas
Memfasilitasi
Membentuk
Merumuskan
Menggeneralisasi
Menggabungkan
Memadukan
Membatas
Mereparasi
Menampilkan
Menyiapkan
Memproduksi
Merangkum
Merekonstruksi
Membandingkan
Menyimpulkan
Menilai
Mengarahkan
Mengkritik
Menimbang
Memutuskan
Memisahkan
Memprediksi
Memperjelas
Menugaskan
Menafsirkan
Mempertahankan
Memerinci
Mengukur
Merangkum
Membuktikan
Memvalidasi
Mengetes
Mendukung
Memilih
Memproyeksikan


Tabel 2: Kata Kerja Ranah Afektif

Menerima
Menanggapi
Menilai
Mengelola
Menghayati
Memilih
Mempertanyakan
Mengikuti
Memberi
Menganut
Mematuhi
Meminati
Menjawab
Membantu
Mengajukan
Mengompromikan
Menyenangi
Menyambut
Mendukung
Menyetujui
Menampilkan
Melaporkan
Memilih
Mengatakan
Memilah
Menolak
Mengasumsikan
Meyakini
Melengkapi
Meyakinkan
Memperjelas
Memprakarsai
Mengimani
Mengundang
Menggabungkan
Mengusulkan
Menekankan
Menyumbang
Menganut
Mengubah
Menata
Mengklasifikasikan
Mengombinasikan
Mempertahankan
Membangun
Membentuk
pendapat
Memadukan
Mengelola
Menegosiasi
Merembuk
Mengubah perilaku
Berakhlak mulia
Mempengaruhi
Mendengarkan
Mengkualifikasi
Melayani
Menunjukkan
Membuktikan
Memecahkan

Tabel 3. Kata Kerja Ranah Psikomotorik

Menirukan
Memanipulasi
Pengalamiahan
Artikulasi
Mengaktifkan
Menyesuaikan
Menggabungkan
Melamar
Mengatur
Mengumpulkan
Menimbang
Memperkecil
Membangun
Mengubah
Membersihkan
Memposisikan
Mengonstruksi
Mengoreksi
Mendemonstrasikan
Merancang
Memilah
Melatih
Memperbaiki
Mengidentifikasikan
Mengisi
Menempatkan
Membuat
Memanipulasi
Mereparasi
Mencampur
Mengalihkan
Menggantikan
Memutar
Mengirim
Memindahkan
Mendorong
Menarik
Memproduksi
Mencampur
Mengoperasikan
Mengemas
Membungkus
Mengalihkan
Mempertajam
Membentuk
Memadankan
Menggunakan
Memulai
Menyetir
Menjeniskan
Menempel
Menseketsa
Melonggarkan
Menimbang
Merujuk pada pemikiran Bloom di atas, tampak bahwa tujuan pembelajaran seyogyanya dapat mencakup seluruh ranah perilaku individu. Artinya, tidak hanya sebatas pencapaian perubahan perilaku kognitif atau intelektual semata, yang hingga  ini tampaknya masih bisa ditemukan dalam praktik pembelajaran di Indonesia.  
Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa komponen-komponen yang harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1) perilaku terminal, (2) kondisi-kondisi dan (3) standar ukuran. Hal senada dikemukakan Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.
Berkenaan dengan perumusan tujuan yang berorientasi performansi, Dick dan Carey (Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri atas: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada  waktu anak didik berbuat; dan (3) menyebutkan kriteria  yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan
Masih berkenaan dengan perumusan tujuan pembelajaran, Hamzah B. Uno (2008) menekankan pentingnya penguasaan guru tentang tata bahasa, karena dari rumusan tujuan pembelajaran itulah dapat tergambarkan konsep dan proses berfikir guru yang bersangkutan dalam menuangkan idenya tentang pembelajaran.
Pada bagian lain, Hamzah B. Uno (2008) mengemukakan tentang teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD.  A=Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid  dan sasaran didik lainnya), B=Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar), C=Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai, dan D=Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima).
Contoh rumusan tujuan pembelajaran dalam perkuliahan mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran.  Setelah mengikuti kegiatan perkuliahan diharapkan:
“Mahasiswa dapat menjelaskan minimal tiga prinsip dalam kegiatan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan”
Mahasiswa= Audience
Menjelaskan= Behavior
Prinsip dalam kegiatan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan = Condition
Minimal tiga prinsip= Degree
Kegiatan merumuskan tujuan pembelajaran pada dasarnya merupakan otoritas guru sepenuhnya, namun seiring dengan penerapan konsep pembelajaran demokratis dan pembelajaran partisipatif, maka dalam merumuskan tujuan pembelajaran, selain memperhatikan tuntutan kurikulum yang berlaku, seyogyanya guru dapat melibatkan  siswa didalamnya. Keterlibatan siswa dalam merumuskan tujuan pembelajaran memungkinkan siswa untuk dapat lebih termotivasi dan lebih fokus mengikuti setiap kegiatan  belajar dan pembelajarannya. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memiliki keterampilan mengharmonisasikan untuk mempertemukan tujuan-tujuan pembelajaran sebagaimana digariskan dalam kurikulum dengan tuntutan kebutuhan dan tujuan belajar siswa.
C. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1.      Seorang guru dalam merencanakan pembelajaran dituntut untuk dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas.
2.      Perumusan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu bagi guru maupun siswa
3.      Saat ini telah terjadi pergeseran dalam merumuskan tujuan pembelajaran dari penguasaan bahan ke penguasan performansi.
4.      Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik, dinyatakan dalam bentuk perilaku atau penampilan, dan diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
5.      Tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku yang menyeluruh, didalamnya tercakup perubahan perilaku kognitif, afektif,  dan psikomotor.
6.      Tujuan pembelajaran seyogyanya dirumuskan secara jelas, dengan memperhatikan kaidah-kaidah tertentu.
Sumber:
Fitriana Elitawati .2002. Manfaat Tujuan Dalam Proses Belajar Mengajar. online : http://www.infodiknas.com/manfaat-tujuan-pembelajaran-khusus-dalam-proses-belajar-mengajar/. diakses 15 September 2009
Hamzah B. Uno.2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2002. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Omar Hamalik.2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bandung: Bumi Aksara
Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses
Sri Wardani (2008). Perbedaan Indikator Pencapaian Kompetensi dan Tujuan  Pembelajan, on line: http://p4tkmatematika.org/2008/10/perbedaan-indikator-pencapaian-kompetensi-dan-tujuan-pembelajaran-oleh-drasri-wardhani-mpd/, diakses 15 September 2009.
W. James Popham dan Eva L. Baker.2005. Teknik Mengajar Secara Sistematis (Terj. Amirul Hadi, dkk). Jakarta: Rineka Cipta.
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Grasindo.







2. Teori Bilangan


·       Teori bilangan (number theory) adalah teori yang mendasar dalam memahami algoritma kriptografi
·       Bilangan yang dimaksudkan adalah bilangan bulat (integer)


Bilangan Bulat
·       Bilangan bulat adalah bilangan yang tidak mempunyai pecahan desimal, misalnya 8, 21, 8765, -34, 0
·       Berlawanan dengan bilangan bulat adalah bilangan riil yang mempunyai titik desimal, seperti 8.0, 34.25, 0.02.

Sifat Pembagian pada Bilangan Bulat

·       Misalkan a dan b adalah dua buah bilangan bulat dengan syarat a ¹ 0. Kita menyatakan bahwa a habis membagi b (a divides b) jika terdapat bilangan bulat c  sedemikian sehingga b = ac.

·       Notasi: a | b  jika b = ac, c รŽ Z dan a ¹ 0.        (Z = himpunan bilangan bulat)

·       Kadang-kadang pernyataan “a habis membagi b“ ditulis juga  “b  kelipatan a”.

·       Contoh 1: 4 | 12 karena 124 = 3 (bilangan bulat) atau 12 = 4 ´ 3. Tetapi 4 | 13 karena 134 = 3.25 (bukan bilangan bulat).






Teorema 1 (Teorema Euclidean). Misalkan m dan n adalah dua buah bilangan bulat dengan syarat n > 0. Jika m dibagi dengan n maka terdapat dua buah bilangan bulat unik q (quotient) dan r (remainder), sedemikian sehingga
                                m = nq + r                                              (1)
dengan 0 £ r < n.

Contoh 2.
(i)  1987 dibagi dengan 97 memberikan hasil bagi 20 dan sisa 47:
                   1987 = 97 × 20 + 47
(ii) –22 dibagi dengan 3 memberikan hasil bagi –8 dan sisa 2:   
–22 = 3(–8) + 2 
tetapi –22 = 3(–7)  – 1 salah karena r = –1 tidak memenuhi syarat 0 £ r < n.
                                                                                                         

Pembagi Bersama Terbesar (PBB)

·       Misalkan a dan b adalah dua buah bilangan bulat tidak nol. Pembagi bersama terbesar (PBB – greatest common divisor atau gcd) dari a dan b adalah bilangan bulat terbesar d sedemikian sehingga d | a dan d | b. Dalam hal ini kita nyatakan bahwa PBB(a, b) = d.

·       Contoh 3. Faktor pembagi 45: 1, 3, 5, 9, 15, 45;
Faktor pembagi 36: 1, 2, 3, 4, 9, 12, 18, 36;
Faktor pembagi bersama dari 45 dan 36 adalah 1, 3, 9
PBB(45, 36) = 9.






Algoritma Euclidean
·       Algoritma Euclidean adalah algoritma untuk mencari PBB dari dua buah bilangan bulat.
·       Euclid, penemu algoritma Euclidean, adalah seorang matematikawan Yunani yang menuliskan algoritmanya tersebut dalam bukunya yang terkenal, Element.

·       Diberikan dua buah bilangan bulat tak-negatif m dan n (m ³ n). Algoritma Euclidean berikut mencari  pembagi bersama terbesar dari m dan n.

Algoritma Euclidean

1. Jika n = 0 maka
       m adalah PBB(m, n);
       stop.
 tetapi jika n ¹ 0,
           lanjutkan ke langkah 2.
2.  Bagilah m dengan n dan misalkan r adalah sisanya.
3. Ganti nilai m dengan nilai n dan nilai n dengan nilai r, lalu ulang kembali ke langkah 1.

Contoh 4. m = 80, n = 12 dan dipenuhi syarat m ³ n

          
Sisa pembagian terakhir sebelum 0 adalah 4, maka PBB(80, 12) = 4.                                        

Relatif Prima

·       Dua buah bilangan bulat a dan b dikatakan relatif prima jika PBB(a, b) = 1.

·       Contoh 5. 20 dan 3 relatif prima sebab PBB(20, 3) = 1. Begitu juga 7 dan 11 relatif prima karena PBB(7, 11) = 1. Tetapi 20 dan 5 tidak relatif prima sebab PBB(20, 5) = 5 ¹ 1.

·       Jika a dan b relatif prima, maka terdapat bilangan bulat m dan n sedemikian sehingga

                             ma + nb = 1                                                        (2)

·       Contoh 6. Bilangan 20 dan 3 adalah relatif prima karena PBB(20, 3) =1, atau dapat ditulis

                             2 . 20 + (–13) . 3 = 1

dengan m = 2 dan n = –13. Tetapi 20 dan 5 tidak relatif prima karena PBB(20, 5) = 5 ¹ 1 sehingga 20 dan 5 tidak dapat dinyatakan dalam m . 20 + n . 5 = 1.                                                                   


Aritmetika Modulo

·       Misalkan a adalah bilangan bulat dan m adalah bilangan bulat > 0. Operasi a mod m (dibaca “a modulo m”) memberikan sisa jika a dibagi dengan m.
·       Notasi: a mod m = r  sedemikian sehingga a = mq + r, dengan 0 £ r < m.

·       Bilangan m disebut modulus atau modulo, dan hasil aritmetika modulo m terletak di dalam himpunan {0, 1, 2, …, m – 1} (mengapa?). 
Contoh 7. Beberapa hasil operasi dengan operator modulo:
(i)   23 mod 5 = 3         (23 = 5 × 4 +  3)
                   (ii)  27 mod 3 = 0         (27 = 3 × 9 + 0)
                   (iii) 6 mod 8 = 6           (6 = 8 × 0 + 6)    
                   (iv)  0 mod 12 = 0        (0 = 12 × 0 + 0)
                   (v) – 41 mod 9 = 4       (–41 = 9 (–5) + 4)
                   (vi) – 39 mod 13 = 0   (–39 = 13(–3) + 0)

Penjelasan untuk (v): Karena a negatif, bagi |a| dengan m mendapatkan sisa r’. Maka a mod m = m – r’ bila r’ ¹ 0. Jadi |– 41| mod 9 = 5, sehingga  –41 mod 9 = 9 – 5 = 4.                                                     



Kongruen

·       Misalnya 38 mod 5 = 3 dan 13 mod 5 = 3, maka kita katakan 38 ยบ 13 (mod 5) (baca: 38 kongruen dengan 13 dalam modulo 5).

·       Misalkan a dan b adalah bilangan bulat dan m adalah bilangan > 0, maka a ยบ b (mod m) jika m habis membagi a – b.

·       Jika a tidak kongruen dengan b dalam modulus m, maka ditulis a ยบ/ b (mod m) .

Contoh 8.
17 ยบ 2 (mod 3)             ( 3 habis membagi 17 – 2 = 15)
 –7 ยบ 15 (mod 11)        (11 habis membagi –7 – 15 = –22)
12 ยบ/ 2 (mod 7)            (7 tidak habis membagi 12 – 2 = 10 )
–7 ยบ/ 15 (mod 3)          (3 tidak habis membagi –7 – 15 = –22) 
               




·       Kekongruenan a ยบ b (mod m) dapat pula dituliskan dalam hubungan 
a = b + km                                                                    (3)
yang dalam hal ini k adalah bilangan bulat.

Contoh 9.
17 ยบ 2 (mod 3)   dapat ditulis sebagai 17 = 2 + 5 × 3
–7 ยบ 15 (mod 11) dapat ditulis sebagai –7 = 15 + (–2)11                             

·       Berdasarkan definisi aritmetika modulo, kita dapat menuliskan a mod m = r  sebagai
                   a ยบ r (mod m)

Contoh 10.
Beberapa hasil operasi dengan operator modulo berikut:
         (i)   23 mod 5 = 3         dapat ditulis sebagai 23 ยบ 3 (mod 5)
                                                (ii)  27 mod 3 = 0         dapat ditulis sebagai 27 ยบ 0 (mod 3)
                                                (iii) 6 mod 8 = 6         dapat  ditulis sebagai 6 ยบ 6 (mod 8)        
                                                (iv)  0 mod 12 = 0      dapat ditulis sebagai 0 ยบ 0 (mod 12)
                                                (v) – 41 mod 9 = 4     dapat ditulis sebagai –41 ยบ 4 (mod 9)
                                                (vi) – 39 mod 13 = 0  dapat ditulis sebagai – 39 ยบ 0 (mod 13)                              

Teorema 2. Misalkan m adalah bilangan bulat positif.
1. Jika a ยบ b (mod m) dan c adalah sembarang bilangan bulat maka
(i)  (a + c) ยบ (b + c) (mod m)
(ii) ac ยบ bc (mod m)
(iii) ap ยบ bp (mod m) untuk suatu bilangan bulat tak negatif p.

2. Jika a ยบ b (mod m) dan c ยบ d (mod m), maka
(i)  (a + c) ยบ (b + d) (mod m)
(ii) ac ยบ bd (mod m)

Bukti (hanya untuk 1(ii) dan 2(i) saja):
          1(ii)  a ยบ b (mod m) berarti:
                             ร› a = b + km              
                             ร› a – b = km
                             ร› (a – b)c = ckm                 
                             ร› ac = bc + Km          
                             ร› ac ยบ bc (mod m)                                                 ¾                                                 
                  
     2(i)   a ยบ b (mod m)     ร›     a = b + k1m
              c ยบ d (mod m)     ร›     c = d + k2m  +
                                      ร›     (a + c) = (b + d) + (k1 + k2)m
                                      ร›     (a + c) = (b + d) + km     ( k = k1 + k2)
ร›             (a + c) = (b + d) (mod m)                    ¾                   

Contoh 11.
Misalkan 17 ยบ 2 (mod 3) dan 10 ยบ 4 (mod 3), maka menurut Teorema 2,
17 + 5 = 2 + 5 (mod 3)     ร›          22 = 7 (mod 3)            
17 . 5 = 5 × 2 (mod 3)        ร›          85 = 10 (mod 3)          
17 + 10  = 2 + 4 (mod 3)  ร›         27 = 6 (mod 3)            
17 . 10 = 2 × 4 (mod 3)     ร› 170 = 8 (mod 3)          

·       Perhatikanlah bahwa Teorema 2 tidak memasukkan operasi pembagian pada aritmetika modulo karena jika kedua ruas dibagi dengan bilangan bulat, maka kekongruenan tidak selalu dipenuhi. Misalnya:
(i)              10 ยบ 4 (mod 3) dapat dibagi dengan 2 karena 10/2 = 5 dan 4/2 = 2, dan 5 ยบ 2 (mod 3)
(ii)           14 ยบ 8 (mod 6) tidak dapat dibagi dengan 2, karena 14/2 = 7 dan 8/2 = 4, tetapi  7 ยบ/ 4 (mod 6).  

Balikan Modulo (modulo invers)

·       Jika a dan m relatif prima dan m > 1, maka kita dapat menemukan balikan (invers) dari a modulo m. Balikan dari a modulo m adalah bilangan bulat  sedemikian sehingga

                   a ยบ 1 (mod m)

Bukti: Dari definisi relatif prima diketahui bahwa PBB(a, m) = 1, dan menurut persamaan (2) terdapat bilangan bulat p dan q sedemikian sehingga

                   pa + qm = 1

yang mengimplikasikan bahwa

          pa + qm ยบ 1 (mod m)

Karena  qm ยบ 0 (mod m), maka

pa ยบ 1 (mod m)
                                        
Kekongruenan yang terakhir ini berarti bahwa p adalah balikan dari a modulo m.          ¾


·       Pembuktian di atas juga menceritakan bahwa untuk mencari balikan dari a modulo m, kita harus membuat kombinasi lanjar dari a dan m sama dengan 1. Koefisien a dari kombinasi lanjar tersebut merupakan balikan dari a modulo m.






Contoh 12.
Tentukan balikan dari 4 (mod 9), 17 (mod 7), dan 18 (mod 10).
Penyelesaian:
(a)  Karena PBB(4, 9) = 1, maka balikan dari 4 (mod 9) ada. Dari algoritma Euclidean diperoleh bahwa

9 = 2 × 4 + 1

      Susun persamaan di atas  menjadi

                   –2 × 4 + 1 × 9 = 1

      Dari persamaan terakhir ini kita peroleh –2 adalah balikan dari 4 modulo 9. Periksalah bahwa

–2 × 4 ยบ 1 (mod 9)        (9 habis membagi –2 × 4 – 1 = –9)

         
(b) Karena PBB(17, 7) = 1, maka balikan dari 17 (mod 7) ada. Dari algoritma Euclidean diperoleh  rangkaian pembagian berikut:

          17 = 2 × 7 + 3      (i)
           7 =  2 × 3 + 1      (ii)
            3 = 3 × 1 + 0      (iii)   (yang berarti: PBB(17, 7) = 1) )

      Susun (ii) menjadi:

          1 = 7 – 2 × 3        (iv)

      Susun (i) menjadi

          3 = 17 – 2 × 7      (v)

     Sulihkan (v) ke dalam (iv):

          1 = 7 – 2 × (17 – 2 × 7) = 1 × 7 – 2 × 17 + 4 × 7 = 5 × 7 – 2 × 17

         atau  

              –2 × 17  + 5 × 7 = 1

        Dari persamaan terakhir ini kita peroleh –2 adalah balikan dari 17 modulo 7. 

–2 × 17 ยบ 1 (mod 7)      (7 habis membagi –2 × 17 – 1 = –35)

(c)   Karena PBB(18, 10) = 2 ¹ 1, maka balikan dari 18 (mod 10) tidak ada.



Kekongruenan Lanjar

·       Kekongruenan lanjar adalah kongruen yang berbentuk

                ax ยบ b (mod m)

dengan m adalah bilangan bulat positif, a dan b sembarang bilangan bulat,  dan x adalah peubah bilangan bulat.


·       Nilai-nilai x dicari sebagai berikut:
     ax = b + km

yang dapat disusun menjadi
            
         
dengan k adalah sembarang bilangan bulat. Cobakan untuk k = 0, 1, 2, … dan k = –1, –2, … yang menghasilkan x sebagai bilangan bulat.


Contoh 13.
Tentukan solusi: 4x ยบ 3 (mod 9) dan 2x ยบ 3 (mod 4)
Penyelesaian:
(i) 4x ยบ 3 (mod 9)
         

k = 0 ร  x = (3 + 0 × 9)/4 = 3/4      (bukan solusi)
          k = 1 ร  x = (3 + 1 × 9)/4 = 3
          k = 2 ร  x = (3 + 2 × 9)/4 = 21/4    (bukan solusi)
          k = 3, k = 4  tidak menghasilkan solusi
          k = 5 ร  x = (3 + 5 × 9)/4 = 12       
          …
          k = –1 ร  x = (3 – 1 × 9)/4 = –6/4 (bukan solusi)
          k = –2 ร  x = (3 – 2 × 9)/4 = –15/4          (bukan solusi)
          k = –3 ร  x = (3 – 3 × 9)/4 = –6 
          …
          k = –6 ร  x = (3 – 6 × 9)/4 = –15 
          …

          Nilai-nilai x yang memenuhi: 3, 12, … dan –6, –15, …


(ii)  2x ยบ 3 (mod 4)


Karena 4k genap dan 3 ganjil maka penjumlahannya menghasilkan ganjil, sehingga hasil penjumlahan tersebut jika dibagi dengan 2 tidak menghasilkan bilangan bulat. Dengan kata lain, tidak ada nilai-nilai x  yang memenuhi 2x ยบ 3 (mod 5).



Chinese Remainder Problem

Pada abad pertama, seorang matematikawan China yang bernama Sun Tse mengajukan pertanyaan sebagai berikut:
         
Tentukan sebuah bilangan bulat yang bila dibagi dengan 5 menyisakan 3, bila dibagi 7 menyisakan 5, dan bila dibagi 11 menyisakan 7.

Pertanyaan Sun Tse dapat dirumuskan kedalam sistem kongruen lanjar:

          x ยบ 3 (mod 5)
          x ยบ 5 (mod 7)
          x ยบ 7 (mod 11)

TEOREMA 5.6. (Chinese Remainder Theorem) Misalkan m1, m2, …, mn adalah bilangan bulat positif sedemikian sehingga PBB(mi, mj) = 1 untuk i ¹ j. Maka sistem kongruen lanjar

                             x ยบ ak (mod mk)

mempunyai sebuah solusi unik modulo m = m1 × m2 ×× mn.





Contoh 14.
Tentukan solusi  dari pertanyaan Sun Tse di atas.
Penyelesaian:
Menurut persamaan (5.6), kongruen pertama, x ยบ 3 (mod 5), memberikan x = 3 + 5k1 untuk beberapa nilai k. Sulihkan ini ke dalam kongruen kedua menjadi 3 + 5k1 ยบ 5 (mod 7), dari sini kita peroleh k1 ยบ 6 (mod 7), atau k1 = 6 + 7k2  untuk beberapa nilai k2. Jadi kita mendapatkan x = 3 + 5k1 = 3 + 5(6 + 7k2) = 33 + 35k2 yang mana memenuhi dua kongruen pertama.  Jika x memenuhi kongruen yang ketiga, kita harus mempunyai 33 + 35k2 ยบ 7 (mod 11), yang mengakibatkan k2 ยบ 9 (mod 11) atau k2 = 9 + 11k3. Sulihkan k2 ini ke dalam kongruen yang ketiga menghasilkan x = 33 + 35(9 + 11k3) ยบ 348 + 385k3 (mod 11). Dengan demikian, x ยบ 348 (mod 385) yang memenuhi ketiga konruen tersebut. Dengan kata lain, 348 adalah solusi unik modulo 385. Catatlah bahwa 385 = 5 × 7 × 11.

Solusi unik ini mudah dibuktikan sebagai berikut.  Solusi tersebut modulo m = m1 × m2 × m3 = 5 × 7 × 11 = 5 × 77 = 11 × 35. Karena 77  3 ยบ 1 (mod 5), 55 × 6 ยบ 1 (mod 7), dan 35 × 6 ยบ 1 (mod 11), solusi unik dari sistem kongruen tersebut adalah

                   x ยบ 3 × 77 × 3 + 5 × 55 × 6  + 7 × 35 × 6 (mod 385)
                      ยบ 3813 (mod 385) ยบ 348 (mod 385)


Aritmetika Modulo dan Kriptografi

Aritmetika modulo cocok digunakan untuk kriptografi karena dua alasan:
1.          Oleh karena nilai-nilai aritmetika modulo berada dalam himpunan berhingga (0 sampai modulus m – 1), maka kita tidak perlu khawatir hasil perhitungan berada di luar himpunan.

2.          Karena kita bekerja dengan bilangan bulat, maka kita tidak khawatir kehilangan informasi akibat pembulatan (round off) sebagaimana pada operasi bilangan riil.



Bilangan Prima

·       Bilangan bulat positif p (p > 1) disebut bilangan prima jika pembaginya hanya 1 dan p.

·       Contoh: 23 adalah bilangan prima karena ia hanya habis dibagi oleh 1 dan 23.

·       Karena bilangan prima harus lebih besar dari 1, maka barisan bilangan prima dimulai dari 2, yaitu 2, 3, 5, 7, 11, 13, …. Seluruh bilangan prima adalah bilangan ganjil, kecuali 2 yang merupakan bilangan genap.

·       Bilangan selain prima disebut bilangan komposit (composite). Misalnya 20 adalah bilangan komposit karena 20 dapat dibagi oleh 2, 4, 5, dan 10, selain 1 dan 20 sendiri.


Teorema 3. (The Fundamental Theorem of Arithmetic). Setiap bilangan bulat positif yang lebih besar atau sama dengan 2 dapat dinyatakan sebagai perkalian satu atau lebih bilangan prima.

Contoh 15.
          9 = 3 ´ 3                                 (2 buah faktor prima)
          100 = 2 ´ 2 ´ 5 ´ 5               (4 buah faktor prima)  
          13 = 13        (atau 1 ´ 13)     (1 buah faktor prima)  

·       Untuk menguji apakah n merupakan bilangan prima atau komposit, kita cukup membagi n dengan sejumlah bilangan prima, mulai dari 2, 3, … , bilangan prima £ ร–n. Jika n habis dibagi dengan salah satu dari bilangan prima tersebut, maka n adalah bilangan komposit, tetapi jika n tidak habis dibagi oleh semua bilangan prima tersebut, maka n adalah bilangan prima.


Contoh 16.
Tunjukkan apakah (i) 171 dan (ii) 199 merupakan bilangan prima atau komposit.
Penyelesaian:
             (i) ร–171 = 13.077. Bilangan prima yang £ ร–171 adalah 2, 3, 5, 7, 11, 13. Karena 171 habis dibagi 3, maka 171 adalah bilangan komposit.

  (ii) ร–199 = 14.107. Bilangan prima yang £ ร–199 adalah 2, 3, 5, 7, 11, 13. Karena 199 tidak habis dibagi 2, 3, 5, 7, 11, dan 13, maka 199 adalah bilangan prima.                       

·       Terdapat metode lain yang dapat digunakan untuk menguji keprimaan suatu bilangan bulat, yang terkenal dengan Teorema Fermat. Fermat (dibaca “Fair-ma”) adalah seorang  matematikawan Perancis pada tahun 1640.


Teorema 4 (Teorema Fermat). Jika p adalah bilangan prima dan a adalah bilangan bulat  yang tidak habis dibagi dengan p,  yaitu PBB(a, p) = 1, maka

          ap–1 ยบ 1 (mod p)



Contoh 17. 
Kita akan menguji apakah 17 dan 21 bilangan prima atau bukan. Di sini kita mengambil nilai a = 2 karena PBB(17, 2) = 1 dan PBB(21, 2) = 1. Untuk 17,
                  
                        217–1 = 65536 ยบ 1 (mod 17)

karena 17 tidak membagi 65536 – 1 = 65535    (6553517 = 3855).
Untuk 21,

                        221–1 =1048576 ยบ\ 1 (mod 21)

karena 21 tidak habis membagi 1048576 – 1 = 1048575.                                                 

·       Kelemahan Teorema Fermat: terdapat bilangan komposit n sedemikian sehingga 2n–1 ยบ 1 (mod n). Bilangan bulat seperti itu disebut bilangan prima semu (pseudoprimes).
·       Misalnya komposit 341 (yaitu 341 = 11 × 31) adalah bilangan prima semu karena menurut teorema Fermat,

                             2340 ยบ 1 (mod 341)

Untunglah bilangan prima semu relatif jarang terdapat.


Contoh 18.
Periksalah bahwa (i) 316 ยบ 1 (mod 17) dan (ii) 186 ยบ 1 (mod 49).
Penyelesaian:
(i)      Dengan mengetahui bahwa kongruen 33 ยบ 10 (mod 17), kuadratkan kongruen tersebut menghasilkan

     36 ยบ 100 ยบ –2  (mod 17)

       Kuadratkan lagi untuk menghasilkan

          312 ยบ 4 (mod 17)

      Dengan demikian, 316 ยบ 312 × 33  × 3 ยบ 4 × 10 × 3 ยบ 120 ยบ 1 (mod 17)      

(ii)  Caranya sama seperti penyelesaian (i) di atas:
         
          182 ยบ 324 ยบ 30 (mod 49)
          184 ยบ 900 ยบ 18 (mod 49)
          186 ยบ 184 × 182 ยบ 18 × 30 ยบ 540 ยบ 1 (mod 49)
               


Fungsi Euler f

Fungsi Euler f medefinisikan f(n) untuk n ³ 1 yang menyatakan jumlah bilangan bulat positif < n yang relatif prima dengan n.

Contoh 19.
Tentukan f(20).
Penyelesaian:
Bilangan bulat positif yang lebih kecil dari 20 adalah 1 sampai 19. Di antara bilangan-bilangan tersebut, terdapat f(20) = 8 buah yang relatif prima dengan 20, yaitu 1, 3, 7, 9, 11, 13, 17, 19.

Untuk n = 1, 2, …, 10, fungsi Euler adalah

          f(1) = 0                         f(6) = 2
          f(2) = 1                         f(7) = 6
          f(3) = 2                         f(8) = 4
          f(4) = 2                         f(9) = 6
          f(5) = 4                         f(10) = 4
·       Jika n prima, maka setiap bilangan bulat yang lebih kecil dari n relatif prima terhadap n. Dengan kata lain, f(n) = n – 1 hanya jika n prima.

Contoh 20.
f(3) = 2, f(5) = 4, f(7) = 6, f(11) = 10, f(13) = 12, …


Teorema 5. Jika n = pq adalah bilangan komposit dengan p dan q prima, maka f(n) = f(p) f(q) = (p – 1)(q – 1).

Contoh 21.
Tentukan f(21).
Penyelesaian:
Karena 21 = 7 × 3, f(21) = f(7) f(3) = 6 × 2 = 12 buah bilangan bulat yang relatif prima terhadap 21, yaitu 1, 2, 4, 5, 8, 10, 11, 13, 14, 17, 19, 20.

Teorema 6. Jika p bilangan prima dan k > 0, maka f(pk) = pk – pk-1 = pk-1(p – 1) .


Contoh 22.
Tentukan f(16).
Penyelesaian:
Karena f(16) = f(24) = 24 – 23 = 16 – 8 = 8, maka ada delapan buah bilangan bulat yang relatif prima terhadap 16, yaitu 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13.


Teorema 7 (Euler’s generalization of Fermat theorem). Jika PBB(a, n) = 1, maka
          af(n) mod n = 1             (atau af(n) ยบ 1 (mod n) )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar